Cerita
hari ini, tanggal 14 februari 2012, bertepatan dengan hari pertambahan usia
salah satu sahabat yang sudah aku anggap seperti kakakku sendiri. Seorang
sahabat yang sangat perhatian padaku. Perhatiannya padaku layaknya perhatian
seorang kakak kepada adik kandungnya sendiri. Bahkan perhatiannya padaku selama
ini, melebihi perhatian dari kedua kakakku yang super duper cuek. Mungkin
karena mereka berjenis kelamin laki-laki, jadi mereka kurang peka terhadap apa
yang selama ini aku butuhkan. Bukan uang. Bukan juga berlian. Hanya satu yang
kuinginkan, sebuah perhatian, yang meskipun secuil, tapi akan sangat berarti
dalam hidupku yang sesaat didunia ini.
Perhatian
yang diberikan oleh kak Resta, sahabat sekaligus kakak yang super duper baik,
membuat hatiku tergerak untuk memberikan sebuah kejutan sederhana yang ingin
kupersembahkan tepat dihari ulang tahunnya yang memasuki usia seperempat abad
itu. Sebuah kejutan sederhana melalui sebuah kiriman bingkisan kecil, yaitu dua
buah buku baru yang bernuansa islami. Secara garis besar, dua buku tersebut
mengajarkan tentang arti penting sehelai kain yang seharusnya ringan disematkan
dikepala para muslimah, guna untuk menutupi mahkota indah yang dimiliki oleh
mereka. Namun terasa berat mempraktekannya, jika hati dan pikiran masih
diselimuti dengan sejuta alasan yang bersifat duniawi. Ia adalah jilbab. Aku
berharap, dua buku tersebut dapat menjadi jalan penghubung untuk kak Resta agar
dapat terus semangat memperbaiki Iman dan Islamnya. Karena aku pun belajar
banyak dari dua buku tersebut. Belajar tentang makna hidup dan kehidupan.
Belajar tentang makna mati dan kematian. Dua buku tersebut mengajarkan juga
tentang pergaulan yang seperti apa yang seharusnya dijalani dan yang seharusnya
dihindari. Satu alasan mengapa aku memberikan dua buah buku tersebut, yaitu
karena aku ingin melihat kak Resta selalu bahagia, tak hanya didunia, tetapi
insya Allah bahagia diakhirat juga. Aamiin..
Tiga
hari sebelum memasuki tanggal 14 februari, aku mulai menghubungi nomor kontak
sebuah publishing house yang sudah sangat ternama. Aku memesan dua buku
tersebut melalui pesan singkat yang ditujukan kepada admin dari publishing
house tersebut.
Keesokan
harinya. Ketika jam dinding sekolah tempat aku bekerja telah menunjukkan pukul
12 siang. Ketika para karyawan tengah asik melahap makan siangnya. Aku berjalan
sendiri menyusuri jalan yang semraut karena dipadati oleh lalu lalang para
pejalan kaki dan beberapa pedagang yang menggelar barang dagangannya dibahu
jalan. Ditambah dengan kendaraan umum yang seenak jidat parkir disembarang
tempat. Hingga membuat suasana jalan dekat pasar tersebut menjadi kacau balau
tak karuan. Tanpa lelah, aku terus melangkah, hingga sampailah disebuah BANK
swasta yang lokasinya tak jauh dari sekolah tempat aku bekerja.
Sesampainya
di BANK tersebut, mau tak mau, suka tak suka, aku harus rela turut serta
mengantri untuk mentrasfer nominal uang sejumlah yang telah ditentukan oleh
pihak publishing house tersebut, guna untuk membayar dua buah buku yang aku
pesan. Untung saja jumlah antrian pada saat itu tidak terlalu banyak. Jadi aku
tidak perlu menghabiskan waktu terlalu lama untuk menunggu hingga tiba saatnya
giliranku maju menuju salah satu teller di BANK tersebut.
Dua
hari berikutnya, ketika aku baru saja selesai melaksanakan shalat dhuha
disekolah, tiba-tiba terdengar alunan nada syahdu penyejuk kalbu. Alunan nada
bernuansa islami, yang pernah dipopulerkan oleh Opick dan Amanda. Jelas sekali
terdengar. Sepertinya aku tahu darimana suara tersebut berasal. Ya, suara tersebut
berasal dari handphoneku, yang menandakan bahwa ada panggilan masuk yang seolah
memanggilku tanpa jemu untuk segera mengangkat telepon genggamku. Nada
panggilan itu bordering berkali-kali.
Setelah
aku rapih mengenakan jilbabku, kulihat handphoneku, kutatap dengan seksama
siapa gerangan seseorang yang sedikit mengganggu do’aku kala ku tengah bersujud
pada penciptaku. Saat kulihat, ternyata nama kontak yang menghubungiku itu
adalah kak Resta. Sahabat sekaligus kakakku yang super duper baik. Yang hari ini
tengah menikmati pertambahan usianya yang ke-25.
Tanpa
pikir panjang, aku langsung menerima panggilan tersebut dengan sapaan khasku.
“Hallo.. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam”. Terdengar sebuah suara
diujung telepon menjawab salamku. Sebuah suara yang sudah tak asing lagi
ditelinga.
“Ada apa kak? Tumben telepon?”. Tanyaku heran,
karena aku belum tahu bahwa paket buku yang kupesan untuk sahabatku ternyata
sudah sampai.
“De, lo
pesen buku lagi ya?”. Bukannya menjawab pertanyaanku, kak Resta malah balik bertanya
dengan nada yang penuh kebingungan. Karena ternyata ia telah menerima paket
buku yang dikirimkan oleh pihak publishing
house tempat aku membeli dua buah buku yang aku tujukan kepada kak Resta,
guna untuk memberikan kejutan sederhana melalui bingkisan kecil tersebut.
“Hihiii iya kak. Mutia beli buku lagi. Udah
sampe ya paket bukunya?”
“Udah de. Kok lo nggak bilang-bilang gue
dulu sih kalo lo mesen buku lagi. Kan
gue jadi bingung de”
“Hehee, maaf kak. Muti sengaja nggak
bilang-bilang kakak. Soalnya muti pengin ngasih kejutan sederhana buat kakak”.
Jawabku sambil mesam mesem sendirian dibalik telepon genggamku.
“Kejutan sederhana? Maksud lo de”. Tanya kak Resta dengan nada yang
tak kalah kebingungan. Entah karena memang kak Resta masih belum mengerti. Entah
karena kak Resta pura-pura tak mengerti.
“Iya kakak. Paket buku itu bingkisan kecil
dari Muti untuk kakak. Bingkisan kecil itu adalah bentuk kejutan sederhana dari
Muti kak. Heheheee” Jawabku.
“Ya ampun de. Harusnya lo nggak perlu repot-repot ngasih kejutan buat gue segala lagi de. Lain kali nggak usah ya de”
“Nggak apa-apa kok kakak. Justru Muti seneng ngelakuin
ini. Lagian kejutan yang Muti kasih buat kakak, nggak ada apa-apanya
dibandingin sama kasih sayang dan perhatian yang kakak kasih buat Muti selama
ini. Bingkisan kecil itu juga sebagai kenang-kenangan dari Muti buat kakak”
Kataku seraya menyunggingkan senyum.
Sejenak
percakapan terhenti seketika. Hingga akhirnya aku membuka dialog berikut
melanjutkan percakapan tersebut.
“Mudah-mudahan kakak suka ya sama bingkisan
kecil dari muti dan yang paling penting semoga bingkisan kecil itu bisa
bermanfaat buat kehidupan kakak. Aamiin”
“Aamiin.. Makasih banyak ya de. Gue jadi nggak enak nih sama lo. Selama ini gue sayang dan perhatian sama lo,
itu tulus karena gue udah nganggep lo
kayak ade gue sendiri de. lo tau itu kan de?”
“Iya kak. Muti tau kok. Tau banget malah.
Tapi nggak ada salahnya kan kalo Muti pengin ngasih kenang-kenangan sederhana
tapi sarat makna buat sahabat sekaligus kakak yang sangat Muti cinta?. Mumpung
napas ini masih berhembus. Mumpung jantung ini masih berdetak. Dan mumpung mata
ini belum tertutup rapat untuk selamanya. Nggak salah kan kak?”. Tanyaku
Suasana kembali hening seketika. Tak
terdengar suara apa pun diujung telepon sana.
“Kak?” Kataku memastikan bahwa telinga kak Resta
masih setia mendengarkan suaraku dibalik teleponnya.
“Ya, de”. Suara tak asing itu kembali
terdengar ditelingaku.
“Kok diem kak?” Tanyaku heran.
“Nggak apa-apa kok de. Tadi gue cuma terharu aja denger kata-kata lo de. Sampe nggak bisa berkata-kata gue.
Hehee. Gue nggak nyangka de, ternyata segitu sayangnya lo ke gue. Padahal
perhatian yang gue kasih cuma
perhatian kecil”
“Perhatian kecil, tapi penuh arti dalam hidup
Muti kak” Jawabku lugas.
“Oh iya, bukunya jangan lupa dibaca ya kak”
Sambungku berusaha mengingatkan.
“Oke de. Pasti gue baca kok” Jawab kak Resta singkat penuh semangat.
“Sekali lagi makasih banyak ya de. Ya udah,
udahan dulu ya teleponannya. Gue
takut ganggu lo lagi kerja. Hehee. Assalamu’alaikum
adeku yang baik”
“Wa’alaikummussalam kakakku yang super duper
baik” Jawabku mengakhiri percakapan antara aku dan kak Resta sore itu.
Senang
rasanya mendengar kata-kata kak Resta yang kudengar barusan. Meski hanya
melalui udara dan tak sempat bertatap muka. Dimata hatiku, sahabat adalah
pelangi yang selalu setia menghiasi langit hati ini dengan canda tawa yang
mereka beri. Dan kak Resta adalah salah satu dari sejuta pelangiku. Dan dalam
hidupku, sahabat adalah kerabat yang selalu dekat meski raga tak selalu sempat
menghadap. Kehadirannya selalu terlihat oleh mata hati, meski raganya tak dapat
terlihat oleh mata duniawi.
Semoga bingkisan untuk pelangiku,
yaitu kak Resta, dapat memberikan sejuta makna dalam kehidupannya didunia maupun
diakhirat kelak. Aku juga berharap, semoga dua buah buku dalam bingkisan kecil
tersebut dapat menyampaikan pesan yang terpendam dalam hati dan pikiran ini.
Sebuah pesan yang sulit terungkap karena perasaan tak enak.