Hari-hariku bersama si skoli
Setelah
divonis sebagai penderita skoliosis, hari-hariku tak ada yang berubah, aku
tetap bermain bersama teman-temanku tanpa mempedulikan skoliku. Mungkin karena
waktu itu tulang punggungku belum begitu parah bengkoknya, jadi belum terlalu
kelihatana, sehingga aku belum mempermasalahkan masalah skoliku. Tapi ya jujur
aja, rasa minder itu pasti ada, apalagi pada dasarnya aku anaknya pemalu,
pendiam dan ga PD-an. Mungkin karena postur tubuh aku yang tingginya tak sesuai
dengan usiaku pada saat itu, jadi aku merasa minder jika harus berhadapan
dengan teman-teman sebayaku. Bahkan tinggi badanku kalah dengan tinggi badan
adikku, padalah adikku usianya 2 tahun dibawah aku.
Kemudian
aku dan keluargaku mulai sibuk mencari pengobatan alternatif kesana kemari
tanpa henti dengan harapan semoga saja skoliku bisa sembuh tanpa harus di
operasi. Dengan bantuan informasi dari beberapa tetangga dan keluarga, akhirnya
kami mengetahui ada pengobatan alternatif di daerah serua yang tak jauh dari
daerah rumahku. Nama pengobatannya adalah Eyang Agung. Beliau terkenal
dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit yang sudah parah. Akhirnya aku dan
ibuku memutuskan untuk mencoba pengobatan alternatif tersebut. Setiap seminggu
sekali, ibuku selalu setia mengantarkan aku untuk pergi berobat kesana. Disana,
tahap pengobatannya ada 2 tahap. Tahap pertama, kaki aku harus di olesi minyak
sembari di pijat-pijat oleh terapis yang ada disitu. Setelah itu, aku harus
menunggu antrian lagi untuk melakukan tahap yang kedua. Di tahap yang kedua
ini, giliran pundak dan punggung aku di pijat-pijat oleh sang pemilik
pengobatan atau eyang agungnya sendiri. Setelah kurang lebih 2 tahun aku berobat
di pengobatan alternatif tersebut, aku ga ngerasain adanya perubahan yang
berarti pada tulang punggungku. Selain itu, di pengobatan alternatif tersebut
aku diharuskan meminum ramuan yang terbuat dari jahe yang sudah dihaluskan, dan
ramuan itu harus aku minum setiap malam. Hmmm rasanya ga enak banget, udah
pahit, terus perutku juga terasa panas setelah meminum ramuah jahe tersebut.
Karena menurut amih, jahe itu ga bagus untuk rahim, aku pun memutuskan berhenti
meminum ramuan jahe tersebut. Dan pada akhirnya
aku dan ibuku pun memutuskan untuk berhenti melakukan pengobatan tersebut,
karena kami pikir percuma saja kalau memang ga ada hasilnya.
Lalu
aku mencoba pengobatan-pengobatan alternatif lainnya. Mulai dari yang di
pijat-pijat menggunakan tangan, batu giok (terapi ceragem master), sampai
meminum air putih yang sudah dibacakan do’a. Mulai dari yang didalam kota
sampai keluar kota. Mulai dari yang biayanya cuma-cuma, sukarela, sampai yang
biayanya lumayan mahal (menurutku). Ada salah satu pengobatan alternatif yang
membuat aku sangat takut, lokasinya di cirebon, tapi aku ga tahu apa nama tempat
pengobatan alternatif itu. Ceritanya, ketika aku lulus SMA, aku di bawa sama
tante ku ke cirebon untuk mencoba pengobatan alternatif di sana. Disana,
pengobatannya ga jauh berbeda dengan pengobatan-pengobatan sebelumnya, yaitu di
pijat. Tapi yang bikin aku kaget, ternyata di pijatnya harus lepas sebagian
baju sama pakaian dalam aku. Kalau yang ngelakuin terapinya perempuan sih ga
apa-apa deh, tapi ini laki-laki, mas-mas lagi. Huuaaaa tidaaaaakkkkk. Tapi demi
menghargai usaha tanteku yang sudah capek-capek membawaku ke tempat alternatif
itu, akhirnya aku mau. Cara
pemijatannya, sebelum di pijat, punggungku di tempelin handuk yang sudah
direndam di air panas. Hmmmm ga usah ditanya deh gimana rasanya. Rasanya
panaaaaasssss bangeeetttt. Aku aja ga ngerti kenapa mas-mas yang ngobatin aku
kok tangannya ga berasa panas ya, padahal tangannya di celupin ke baskom yang
berisi air panas. Air PANAS loh, bukan air hangat. Hmmmm…… Tapi yang bikin aku
lebih takut lagi, pas di pijatnya sakit banget. Mungkin karena terapisnya
laki-laki kali ya, jadi tenaga super extra. Padahal kan yang dipijatnya
perempuan. Ga punya perasaan banget sih tu mas-mas. Huh! Karena kapok dan ga
ingin melakukan pengobatan itu lagi, akhirnya aku bilang sama tanteku kalau aku
ga mau ngelanjutin terapinya. Akhirnya cuma satu kali datang, aku langsung
kapok dan ga mau balik lag. Untung aja tanteku mau menuruti keinginanku,
akhirnya kita mutusin untuk balik lagi ke Jakarta.
Pengobatan
terakhir yang aku jalanin, yaitu pengobatan Tungmei Body Repair.
Aku dapat info pengobatan alternatif itu dari internet. Karena penasaran,
akhirnya aku coba. Setelah coba pertama kali, ternyata enak juga, enak banget
malah. Abis terapi itu, pegel-pegel nya langsung ilang, meskipun seseknya masih
ada sih. Tapi agak sedikit sakit sih, cuma masih bisa di tahan. Karena
terapisnya ibu-ibu, jadi ya kalau aku udah ngerasa sakit, aku suruh bilang,
supaya dia memperlahan pijatannya. Tapi karena biayanya yang lumayan mahal
setiap kali pertemuan, akhirnya aku memutuskan untuk berhenti melakukan
pengobatan tersebut.
Hari-hariku
memang agak sedikit berbeda setelah beberapa tahun terakhir ini aku merasa
bahwa kelainanku sudah bertambah parah, tepatnya ketika SMA. Sepertinya
tulangku semakin bengkok. Hal itu terasa karena aku sudah merasa tak nyaman
mengenakan baju yang biasa aku pakai, baik itu baju sekolah maupun baju main
biasa. Aku jadi merasa sangat minder, pada dasarnya memang aku anaknya pemalu
sih. Tapi setelah aku tahu bahwa ada kelainan pada tubuhku semakin bertambah
parah, aku jadi merasa makin minder & malu untuk berhadapan dengan orang
lain. Tapi aku bersyukur, lingkungan sekitar rumahku tak mempermasalahkan
kelainan yang pada tulang belakangku ini. Memang mereka tidak tahu semua, tapi
diantara mereka yang mengetahui, mereka bersikap biasa saja dan bisa menerima
aku apa adanya. Alhamdulillah, aku tak pernah mendengar para tetanggaku
mencemoohku, apalagi dengan membawa-bawa kelainanku ini. Justru diantara mereka
yang tahu, mereka malah memberikan perhatian yang lebih kepadaku. Ada juga
beberapa diantara mereka yang memberikan informasi pengobatan alternatif yang
mungkin dapat menyembuhkan skoliku ini. Tapi walaupun mereka tidak
mempermasalahkan skoliku ini, aku tetap saja minder jika bertemu dengan mereka.
Aku pun pernah mengalami pengalaman yang sangat tidak mengenakan ketika aku
melayani pembeli yang membeli di warung milik orang tuaku. Pada saat itu, ada
seorang nenek-nenek yang usianya belum terlalu tua membeli minyak tanah di
warung milik orang tuaku, dan ketika aku melayaninya, otomatis aku melayani
dengan posisi yang membungkuk karena posisi drum minyak tanahnya lebih rendah.
Alhasil nenek itupun melihat kelainan yang ada di tulang punggungku. Kemudian
nenek itupun bertanya “punggungnya kenapa? Kok nonjol?” sontak aku pun kaget
setengah mati. Aku hanya bisa tersenyum ketika nenek itu bertanya demikian.
Sejak saat itu, aku gak mau melayani pembeli yang membeli minyak tanah.
akhirnya sejak saat itu, setiap ada yang beli minyak tanah, aku langsung
memanggil ibuku. Untungnya aku memiliki ibu yang sangat sangat pengertian.
Senaaannngggnyaaaa memiliki ibu seperti beliau :)
Berbeda
dengan lingkungan rumahku, kalau di lingkungan tempat aku sekolah tidak ada
yang tahu satu pun tentang skoliku ini. Baik mulai dari teman SD, SMP maunpun
SMA. Entah apa jadinya jika mereka tahu tentang skoliku ini. Tapi ketika aku
kuliah, ada beberapa temanku yang tahu tentang skoliku ini. Itu pun mereka tahu
tanpa disengaja. Mereka tahu tentang skoliku, ketika aku lagi wudhu di musholah
kampus. Pas aku membungkuk, temanku ada yang usil buka kerudung aku. Terus
teman yang mengantri di belakangku melihat punggungku yang sebelah kanan lebih
menonjol dari pada punggung sebelah kiri. Karena penasaran, akhirnya dia
menanyakan tentang keanehan yang ada pada punggungku itu. Tapi aku hanya
tersenyum dan menjawab ala kadarnya. Karena percuma saja kalau aku beri tahu
panjang lebar, toh ia juga ga akan mengerti. Untungnya temanku itu menerima
jawabanku yang ala kadarnya tanpa menyambung dengan pertanyaan-pertanyaan lain.
Ketika
aku lulus SMA, aku pernah gabung di suatu komunitas fans club gitu, nama fans
clubnya Pemuja Mahadewi. Dari situ, aku jadi mengenal lebih banyak lagi
teman-teman baru. Entah mengapa, ketika pertama kali aku bertemu dengan mereka,
perasaanku biasa aja. Ga ada perasaan malu atau apa. Tapi kalau pendiamnya sih
tetep. Selalu mereka yang memulai pembicaraan Hehee.. Mungkin karena
keinginanku yang sudah menggebu karena ingin bertemu dengan artis idolaku, jadi
aku lupa sama rasa malunya. Hohoo.. Waktu pertama kali bertemu dan kenal sama
temen-temen fans club aku itu, perasaannya seperti bertemu teman lama yang udah
lama ga bertemu, terus bertemu lagi. Aku sangat bersyukur dapat bertemu dan
kenal dengan mereka. Karena mereka dapat menerima aku apa adanya tanpaa
mempedulikan perbedaan fisik yang ada pada diriku. Dulu, mereka tak tahu
tentang kelainanku ini dan aku berusaha menutupi punggungku dengan mengenakan
pakaian yang cukup besar agar kelainan ku tak kelihatan. Karena jika mereka tahu, aku takut mereka akan
menjauh dariku dan ga mau lagi berteman dengan manusia cacat seperti aku. Karena
aku ga mau kehilangan teman, sahabat, sekaligus kerabat seperti mereka yang
sudah mengajarkan aku tentang arti kebersamaan yang sesungguhnya. Mereka juga
adalah obat di kala semangatku tengah sekarat. Jika aku sedang berada di
tengah-tengah mereka, perasaanku yang awalnya bad mood, jadi berubah
happy. Pokoknya perasaannya seneeeeennngggg aja kalau lagi ngumpul sama mereka.
Tapi, dengan berjalannya waktu, dan dengan pencerahan dari buku yang
menceritakan kisah para skolioser (sebutan untuk penderita scoliosis), akhirnya
aku memberanikan diri untuk bilang ke beberapa sahabat PM ku dan
sahabat-sahabatku yang lain, meskipun perasaan was-was itu masih ada. Karena
aku berpikir, toh kelainanku ini bukanlah aib yang harus aku tutup-tutupi. Tapi
maksud aku memberitahukan kelainanku ini kepada mereka, bukan karena ingin di
kasihani. Karena aku bukanlah perempuan lemah yang harus di kasihani. Aku hanya ingin mereka tahu tentang kelainanku
ini, karena aku ingin ber. Aku ga nyangka sama respon yang mereka berikan
setelah tahu tentang kelainanku ini. Ternyata respon mereka sangat positif.
Mereka masih mau menerimaku sebagai teman mereka, meski mereka sudah tahu
kondisi fisikku yang sebenarnya. Justru mereka malah memberikan semangat
untukku. Bahkan ada 1 sahabat PM ku yang sudah aku anggap seperti kk ku
sendiri, ia bersedia untuk mengantarkan aku kontrol pertama kali ke rumah
sakit, setelah bertahun-tahun tidak melakukan kontrol. Dia begitu baik padaku,
tapi aku sudah terlalu sering merepotkan dia. Itu yang membuat aku merasa
nyaman memiliki sahabat sekaligus kerabat seperti mereka. selain kehangatan
yang selalu mereka hadirkan setiap kali kami bercengkrama, namun perhatian dan
kepedulian tak henti mereka berikan. Mungkin menurut mereka hal ini sangatlah
biasa, tapi menurut aku ini adalah hal yang sangat luar biasa. Aku jadi bisa
merasakan bagaimana diperhatikan oleh figur seorang kakak, apalagi kakak
perempuan. Impian yang sudah dari dulu aku nanti-nantikan, memiliki kakak
perempuan yang sayang dan perhatian.
Selain
melakukan pengobatan alternatif kesana kemari, aku juga melakukan renang secara
rutin setiap seminggu sekali. Bersama kakak, adik, sepupu dan ponakanku, aku
rutin melakukan renang di beberapa tempat yang berbeda. Selain ibu, mereka
termasuk sosok-sosok yang setia menemaniku dalam berusaha untuk bisa lepas dari
skoliku tanpa harus di opersasi. Waktu itu skoliku masih belum terlalu parah,
masih ga begitu keliatan, jadi aku ga begitu malu harus renang dihadapan
orang-orang normal. Meskipun sebenarnya rasa malu itu pasti ada, tapi ga
sebesar seperti sekarang, ketika derajat skoliku sudah semakin besar. Tapi
semenjak aku memutuskan untuk mengenakan kerudung, tepatnya ketika aku kelas 2
SMA, aku sudah tidak aktif lagi melakukan renang.
Bersambung bagian 3